Laman

Selasa, 22 April 2014

Apakah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Perlu Standarisasi Penggunaan IFRS? - Kasus 3

3.A. Pembahasan
3.A.1 Pemahaman UKM
          Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

3.A.2 Pemahaman IFRS
          International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan standar, interpretasi dan kerangka kerja dalam rangka penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang diadopsi oleh IASB (International Accounting Standards Board).
          Indonesia memutuskan untuk melaksanakan konvergensi terhadap IAS/ IFRS pada tahun 1994. Pada tahun 1999, Asean Development Bankmenyatakan bahwa dalam hal substansinya, 90% pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) sama dengan IAS (Media Akuntansi, 2006 dalam Sunardi dan Sunyoto, 2011). Jadi, sampai saat ini PSAK telah banyak berkiblat pada IAS.
        Lembaga profesi akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012. Penerapan ini bertujuan agar daya informasi laporan keuangan dapat terus meningkat sehingga laporan keuangan dapat semakin mudah dipahami dan dapat dengan mudah digunakan baik bagi penyusun, auditor, maupun pembaca atau pengguna lain.

3.B Ruang Lingkup
          Saat ini sangat banyak UKM yang belum mengadopsi IFRS. Jangankan untuk mengadopsi IFRS, menyelenggarakan pencatatan atas laporan keuangan usahanya saja masih banyak yang belum melakukannya. Akibatnya mereka sulit untuk mendapatkan pinjaman. Perlunya penyusunan laporan keuangan bagi UKM selain untuk memperoleh pinjaman dana juga untuk pengendalian terhadap usahanya.
          Lama sebelum diterbitkannya IFRS, telah muncul isu Big GAAP dan Little GAAP. Standar-standar IFRS ditujukan untuk perusahaan besar, bukan usaha kecil dan menengah (UKM, atau small and medium enterprises, SME). Bagi UKM, penerapan standar-standar tersebut adalah terlalu mahal, tidak efisien dan juga tidak efektif. Biayanya besar, demikian pula waktu yang mereka gunakan untuk menyusun laporan keuangan. Oleh karena itus, diperlukan standar khusus untuk UKM. Menyadari hal ini, IASB melakukan suatu proyek penyusunan standar yang sesuai dengan kondisi UKM. Rancangan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan IFRS yang telah ada yang memang dirancang untuk perusahaan besar.
          Ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, definisi UKM tidak meliputi perusahaan yang melakukan listing maupun perusahaan yang signifikan secara ekonomi. Kedua, jika untuk sebuah masalah ekonomi bagi UKM tidak atau belum dibuatkan standarnya, disarankan agar UKM menggunakan IFRS penuh yang sudah ada.

3.C Kesimpulan
          Pada 15 Februari 2007, Draft IFRS untuk UKM telah diterbitkan. Standar untuk UKM yang mengeliminasi lebih dari 85% standar IFRS penuh ini diberlakukan mulai tahun 2008.
Ada sejumlah alasan mengapa IASB bersedia melaksanakan proyek ini, yaitu :
1. Standar yang disusun oleh IASB memang dirancang untuk perusahaan publik, bukan untuk UKM.
2. UKM mengeluh tentang terlalu kompleks dan terlalu mahalnya biaya implementasi standar IFRS penuh.
3. Jika tidak diatur secara khusus, dikhawatirkan akan terjadi diversitas praktik dari satu negara terhadap negara lain, sehingga komparabilitas informasi keuangan yang disajikan akan menurun.
4. Adanya standar yang lebih sederhana akan membantu melancarkan transisi bagi perusahaan yang sedang tumbuh yang masih merupakan UKM dan merencanakan nantinya akan mendaftar di pasar modal.
5. Bagi negara berkembang yang kebanyakan perusahaannya adalah UKM, adopsi IFRS yang disederhanakan ini dapat meningkatkan daya tarik mereka terhadap investasi asing.

          Demikian penulisan saya kali ini. Dan saya minta maaf karena tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan ini. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan kepada para pembaca.

Daftar Pustaka:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar