PT
Great River International merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan
terkemuka di Indonesia. PT Great River International Didirikan oleh Sukanta
Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River
Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great
River International. Pada awalnya, PT Great River International mengalami
perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa
kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002
untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International
mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Permohonan
PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh
Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari
Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving
Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995. PT
Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan
jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292.
Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355.
Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih
sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama
tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian
dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada
Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Lonjakan
laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil restrukturisasi
utang sebesar Rp 1,277 trilyun. Dari total utang sebesar 172,5 juta dollar AS, Great
River memperoleh potongan utang (hair cut) sebesar 85 persen atau untuk setiap
dollar utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh karena itu, pos-pos yang
tadinya untuk membayar utang, karena ada koreksi pembukuan, berubah
menjadi keuntungan. Secara langsung, pendapatan dari pos luar biasa tersebut
tidak mempengaruhi aliran dana tunai (cashflow) perusahaan, tetapi mengubah
struktur keuangan perseroan menjadi positif. Sebagaimana dialami berbagai
emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan keuangan semenjak
krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS terhadap rupiah
membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses restrukturisasi yang
sudah dirintis manajemen selama 4 tahun, sejak tahun 1998 tersebut akhirnya
membuahkan hasil dengan penandatanganan scheme buy back (skema pembelian
kembali) utang pada bulan Agustus 2002.
Pada
tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River International Tbk mengajukan diadakannya Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk menindaklanjuti hasil audit
investigasi Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan Mawar. Dalam RUPLSB tersebut,
akan dimintakan persetujuan pelaksanaan kuasi reorganisasi terhadap hasil audit
investigasi terhadap perseroan yang dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf &
Mawar pada November 2005. Selain itu, RUPLSB juga akan meminta persetujuan soal
restrukturisasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau
seluruh utang menjadi saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal
penambahan modal sehubungan dengan konversi sebagian atau seluruh utang
perseroan menjadi saham perseroan. Akuntan publik
Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan
keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah
adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi
penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar
rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut
akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan
investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa
laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka.
Oleh karenanya Menteri
Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin
akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan
dengan laporan
Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003. Dalam konteks skandal keuangan di atas, muncullah
pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan
publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah
terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut.
Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik
rekayasa laporan keuangan maka yang menjadi inti permasalahannya adalah
kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru
akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, seperti yang
terungkap juga pada skandal yang menimpa Enron, Andersen, Xerox, WorldCom,
Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam Christiawan
2003:83) maka inti permasalahannya adalah independensi auditor tersebut. Terkait
dengan konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan
independensi auditor saat ini dan apakah kompetensi dan independensi auditor
tersebut berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan
publik. Kualitas audit ini penting karena dengan kualitas audit yang tinggi
maka akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar
pengambilan keputusan.
Auditor yang
berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka
juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam
laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit
dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Namun sesuai dengan tanggung
jawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan suatu perusahaan,
maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja
tetapi juga harus independen dalam mengaudit. Tanpa adanya independensi,
auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil audit dari auditor
sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau
dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya
(Supriyono, 1988).
Standar umum kedua (SA
seksi 220 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa “Dalam semua hal
yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor“. Standar ini
mengharuskan bahwa auditor harus bersikap independen (tidak mudah dipengaruhi),
karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan
demikian ia tidak dibenarkan untuk memihak. Auditor harus melaksanakan
kewajiban untuk bersikap jujur tidak hanya kepada manajemen dan
pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditor dan pihak lain yang
meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan audited.
Bapepam menemukan adanya indikasi
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan konsolidasi Great River. Tak
tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan keuangan Great
River itu ikut menjadi tersangka. Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak
tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus
Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan
dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great
RiverInternational Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus
dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan
akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia
juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik
(KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang
telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan
Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak
lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor
002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai
dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan
Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor
359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin
apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan
atau IAI-KAP. Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya sedang melakukan
penyidikan terhadap AP yang memeriksa laporan keuangan Great River. Kalau
ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka AP tersebut bisa dijadikan
sebagai tersangka. “Kita sedang proses penyidikan terhadap AP yang
bersangkutan. Kalau memang nanti ditemukan ada unsur pidana, maka dia akan kita
laporkan juga Kejaksaan,” ujar Fuad.
Seperti diketahui, sejak Agustus
lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great
River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, dia tidak
bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
emiten berkode saham GRIV itu. Fuad juga menjelaskan tugas akuntan adalah hanya
memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh melakukan
segala macam rekayasa dalam tugasnya. “Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk
rekayasa itu,” katanya untuk menghindari sanksi pajak.Menanggapi tudingan itu, Kantor
akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam
mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan
Malonda, Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya
tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana
obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great
River berbeda dengan ketentuan yang ada. “Kami mengaudit berdasarkan data
yang diberikan klien,” kata Justinus.
Menurut Justinus, Great River banyak
menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak
pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian.
Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan
menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan.
Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan
dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan
yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya
penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan
informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor
Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang
US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan
pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank
Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk
membayar pinjaman tersebut. “Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang
2001 - 2003,” kata Justinus.
Sebelumnya Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian
laporan keuangan konsolidasi Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20
Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil
itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, SunjotoTanudjaja. Kasus
tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf,
dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang,
dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami
kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Berdasarkan hasil pemeriksaan
Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya,
Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account
penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan
aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar
utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp
400 miliar.
PEMBAHASAN KASUS
Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. “Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003,” kata Justinus.
Kasus Great River berawal pada
sekitar bulan Juli hingga September 2004. PT Bank Mandiri telah membeli
obligasi PT Great River International, Tbk sebesar Rp50 miliar dan memberi
fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal
Kerja; dan Non Cash Loan kepada PT.
Great River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar yang diduga
mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan kreditnya
macet. Obligasi tersebut saat ini berstatus default atau gagal, sedangkan
kreditnya macet. Pembelian obligasi dan pemberian kredit itu diduga kuat
melawan hukum.
Kronologi Kasus 23 Nopember 2005
Sejak
Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan
Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:
a.
Overstatement atas penyajian akun
penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003; dan
b.
Penambahan aktiva tetap perseroan,
khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak
dapat dibuktikan kebenarannya.
Ketua
Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi
dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus
Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi
dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian
laporan keuangan Great River itu. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam
pada tanggal 22 Nopember 2005 meningkatkan Pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap
Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan
akan berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait.
29
Maret 2006
ECW
Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk
diperiksa terkait kredit macet PT Great River Internasional (PT GRI) yang
bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT GRI oleh
Bank Mandiri.
17
Mei 2006
Sunyoto
Tanudjaya (ST) bos PT. Great River jadi buronan keberadaannya tidak di ketahui
hingga saat ini. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan
surat perintah penangkapan. Sekarang dia masih buron.
28 November 2006
Menteri
Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan
izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi
tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas
Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River)
tahun 2003.
Selama
izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan
pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit
kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin
Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi
ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan
izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal
15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia
Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu
Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP
dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi
pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
04 Desember 2006
Pengumuman
oleh PT Bursa Efek Surabaya bahwa PT. Great River Internasional Tbk memenuhi
kriteria delisting dengan menunjuk keterlambatan penyampaian laporan keuangan:
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 31
Desember2004 (audited)
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 30
Juni 2005
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 31
Desember2005 (audited)
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 30
Juni 2006
08 Desember 2006
Kasus
Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto,
Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account
penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River.
Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan PT
Great River International Tbk. ke Kejaksaan Tinggi. Ketua Bapepam Fuad Rahmany
menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan
keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus Great River ini, akuntan
dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi dia tidak bersedia
menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
Great River itu.
Fuad
hanya menyatakan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan.
Akuntan, kata dia, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya.
“Karena ada sanksi berat untuk (rekayasa) itu,” katanya.
Seperti
diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit
laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam juga sudah menetapkan
empat anggota direksi Great River sebagai tersangka, termasuk pemiliknya, SunjotoTanudjaja.
Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan adanya indikasi penipuan dalam
penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan
atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan
tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana
hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian.
Akibatnya,
Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250
miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.
Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.
Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.
20 Desember 2006
Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus
penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20
Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil
itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja.
Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan
keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.
02
April 2007
Menunjuk
Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 Januari 2005
mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 (dua)
tahun, serta kondisi PT Great River International Tbk yang saat ini tidak
berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan
dipandang berpengaruh terhadap going concern Perusahaan Tercatat, dimana belum
terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu
pada Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan
Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa angka
III.3.1, Bursa menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat sesuai dengan
ketentuan peraturan ini apabila Perusahaan Tercatat mengalami
sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini :
1.
Mengalami kondisi, atau peristiwa,
yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha
Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap
kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan
Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai;
2.
Saham Perusahaan Tercatat yang
akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di pasar
Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Atas
dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan pencatatan
Efek PT Great River International Tbk. yang berlaku efektif pada tanggal 2 Mei
2007. Selain itu terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan
penghapusan pencatatan Efek Perseroan yaitu belum dipenuhinya kewajiban
penyampaian Laporan Keuangan dan kewajiban finansial Perseroan kepada Bursa
berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan Tahun 2004 dan 2005 serta
Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan Triwulan III Tahun 2005 dan
2006 serta denda keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan baik Auditan maupun
triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan pembayaran Biaya Pencatatan Tahunan
(ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman ini.
Kesimpulan
Salah
satu hal yang ditekankan pasca skandal ini adalah perlunya etika profesi.
Selama ini bukan berarti etika professi tidak penting bahkan sejak awal
professi akuntan sudah memiliki dan terus menerus memperbaiki Kode Etik
Professinya baik di USA maupun di Indonesia. Etika adalah aturan tentang baik dan
buruk. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan
tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota
professi baik dalam berhubungan dengan kolega, langganan, masyarakat dan
pegawai. Kenyataannya konsep etika yang selama ini dijadikan penopang untuk
menegakkan praktik yang sehat yang bebas dari kecurangan tampaknya tidak cukup
kuat menghadapi sifat sifat “selfish dan egois”, kerakusan ekonomi yang
dimiliki setiap pelaku pasar modal, dan manajemen yang bermoral rendah yang
hanya ingin mementingkan keuntungan ekonomis pribadinya.
Profesi
akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era
globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu
kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan hal utama yang harus
dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan
berkarakter. Dalam kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode etik
profesinya sehingga dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini
menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi.
Kondisi ini diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja
melanggar kode etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Kasus
PT Great River International, Tbk di atas, yang melibatkan akuntan publik
Justinus Aditya Sidharta, dianggap telah menyalahi aturan mengenai kode etik
profesi akuntan, terutama yang berkaitan dengan integritas dan objektivitas.
Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta dianggap telah melakukan tindak
kebohongan publik, dimana dia tidak melaporkan kondisi keuangan PT Great River
International, Tbk secara jujur.
Menurut
pengertiannya, integritas dapat berarti kepatuhan terhadap nilai-nilai moral,
prinsip-prinsip, serta nilai-nilai lainnya yang terdapat dalam masyarakat pada
umumnya. Pelanggaran integritas berarti seseorang telah melanggar aturan-aturan
yang telah disepakati secara umum. Sedangkan objektivitas merupakan pernyataan
jujur dan apa adanya terhadap suatu hal. Pelanggaran objektivitas menunjukkan
bahwa seseorang telah berani melakukan tindak kebohongan / kecurangan dalam
melakukan suatu hal. Kedua nilai ini, bersama dengan independensi, merupakan
nilai dasar yang harus dimiliki oleh seorang akuntan publik agar seorang
akuntan publik dapat menghasilkan suatu laporan yang sifatnya akurat dan dapat
dipercaya. Tanpa adanya nilai-nilai dasar tersebut, seorang akuntan publik
tidak ada bedanya dengan seorang penjahat yang tidak bermoral.
Sumber :
http://rahminaamie.wordpress.com/2013/01/27/4/
http://www.scribd.com/doc/69253614/Kasus-PT-Great-River-International-Tbk
PT.NASAKA INDOASIA ABADI adalah perusahaan Freight Forwarder di Jakarta yang meliputi jasa Undername Export-Import, Jasa Door to Door Import, Jasa Import borongan dengan tarif kompetitif dan layanan cepat.
BalasHapusPT.NASAKA INDO ASIA adalah sebuah perusahaan International Freight Forwarder terdepan yang memberikan solusi dalam menangani kebutuhan impor perusahaan dengan komitmen tinggi dalam menangani setiap aspek kebutuhan pengiriman barang dengan kompetensi jaringan luas dari penyedia barang, penyedia jasa transportasi (udara maupun laut) dan kepabeanan.
VISI KAMI
VISI : Melayani pengiriman barang anda dengan cepat dan aman, serta komunikasi dalam hal apapun.
MISI KAMI
MISI : Tujuan kami memberikan prioritas dan tarif bersaing dengan kepuasan pengguna layanan kami. How to serve You with our best services.
Layanan service kami antara lain:
1. Surat Registrasi Pabean ( NIK )
2. Angka Pengenal Importir ( API )
3. N P I K ( Mainan, Elektronic, Garmen, Sepatu dan Peralatan kaki lainnya )
4. IT ( Besi Baja, Mainan, Elektronic, Garmen, Sepatu dan Peralatan kaki - lainnya )
5. NPWP, SIUP, TDP & Akte Notaris
6. Kadin & Others Sub Bidang
7. Pengurusan Izin SIUP JPT
8. Pengurusan Izin Sucopindo ( LS )
9. Pengurusan Izin Label SNI ( Berbahasa Indonesia )
10. Pengurusan Izin BPOM
11. Pengurusan SNI
12. Pengurusan Izin & Limbah Pabrik B3, B1, B2 & Izin Oprasionalnya
13. Pengurusan Surat Izin Lainnya
Product dan Service kami antara lain :
1. Sea and Air Cargo Service
2. Export & Import Customs Clearence Service
3. International Courier Service
4. Domestic Service
5. Export Service
6. Consigne / Undername
7. Borongan ( All-In )
8. Door to Door Services
Percayakan perjalanan barang anda bersama kami.
Demikianlah penawaran ini kami ajukan,Besar harapan kami bisa kerjasama dengan perusahaan Bpk/Ibu dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Arizal Nasaka
Marketing Import
Mobile Phone/ WA : 0812 8550 9798
E-Mail / YM : arizal_nasaka01@yahoo.com
PT. NASAKA INDO ASIA
INTERNATIONAL FREIGHT FORWARDING - CUSTOMS CLEARANCE - DOOR TO DOOR SERVICES - UNDER NAME - LAND TRANSPORT - WAREHOUSE
Head Office :
Graha EMRE Lt.03 Room 303
Jln. Raya Pondok Gede No. 37 Jakarta Timur 13560 Indonesia
Phone : +62-21 800 5988 (Hunting)
Facimile : +62-21 2280 6796
E-mail : nasakalogistics@gmail.com
Keluarga saya pernah beli mobil sedan, di bpkb nya tertulis pemilik pertama nya.. PT great River Garment Industries
BalasHapus