Kata pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada saya sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berkaitan dengan perkembangan perekonomian di Indonesia. Makalah ini saya susun sebagai tugas pembelajaran yang diberikan oleh dosen mata kuliah Perekonomian Indonesia yaitu Bpk. Aris Budi Setyawan. Makalah ini berjudul “ Aku Bangga Indonesia “
Akhir kata saya harapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan penulis khususnya.
PENDAHULUAN
Setelah mengalami kemuduran ekonomi pada saat Orde Baru dan oleh krisis keuangan Asia pada pertengahan tahun 1997, yang pada saat itu krisis finansial asia dimulai pada Juli 1997 di Thailand dan mempengaruhi mata uang, bursa saham, serta harga asset di beberapa asia. Kini Indonesia mengalami peningkatan yang baik dalam bidang ekonomi.
Peningkatan ekonomi bangsa ini terus terjadi. Bahkan saat ini Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai US$700 miliar dan menduduki peringkat ke-16 terbesar di dunia pada tahun 2010. Bukti lain adalah saat ini Indonesia masuk kedalam anggota G-20. G-20 adalah kumpulan Negara dengan volume ekonomi terbesar di Indonesia.
Dengan melihat perkembangan ekonomi bangsa kita pada saat mengalami krisis sampai dengan saat ini, bisa dikatakan Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat hebat di bidang ekonomi. Sebagai Warga Negara kita patut bangga atas pencapaian ekonomi Negara kita saat ini. Kita patut berterima kasih kepada pemerintahan yang terus berusaha meningkatkan PDB Negara. Tetapi walaupun mengalami pertumbuhan yang besar, pemerintah tidak boleh berpuas diri tetapi harus lebih keras bekerja untuk mengatasi berbagai masalah keuangan di Indonesia. Salah satunya adalah meningkatkan nilai mata uang dan memberantas korupsi.
PEMBAHASAN
Tahun 1998 merupakan tragedy perekonomian bangsa kita. Keadaan berlangsung sangat tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia. Hanya dalam waktu setahun, perubahan dramatis terjadi. Rupiah mengalami penurunan yang sangat besar. Bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) yang mulai turun tangan sejak Oktober 1997 juga tidak bias memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah.
Seperti efek bola salju, kriis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht di Thailand pada tanggal 2 Juli 1997, dalam tahun 1998 dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonoi, berlanjut ke krisis social kemudian ke krisis politik. Hal ini membuat Presiden Soeharto yang pada saat itu menjadi orang nomor satu di Indonesia harus merelakan kursi kepemimpinannya ditempati oleh wakilnya BJ Habibie.
Faktor yang mempercepat efek bola salju pada saat itu adalah menguapnya dengan cepat kepercayaan masyarakat, memburuknya kondisi kesehatan Presiden Soeharto pada saat memasuki tahun 1998, ktidakpastian suksesi kepemimpinan, sikap plin-plan pemerintah dalam pengambilan kebijakan, besarnya utang luar negeri yang segera jatuh tempo, situasi perdagangan internasional yang kurang menguntungkan, dan bencana alam La Nina yang membawa kekeringan terburuk dalam 50 tahun terakhir.
Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai 138 milyar dollar AS, sekitar 72,5 milyar dollar AS adalah utang swasta yang dua pertiganya jangka pendek, di mana sekitar 20 milyar dollar AS akan jatuh tempo dalam tahun 1998. Sementara pada saat itu cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 milyar dollar AS.
Terpuruknya kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level Rp 4.850/dollar AS pada tahun 1997, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp 17.000/dollar AS pada 22 Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut diambangkan 14 Agustus 1997.
Rupiah yang melayang, selain akibat meningkatnya permintaan dollar untuk membayar utang, juga sebagai reaksi terhadap angka-angka RAPBN 1998/ 1999 yang diumumkan 6 Januari 1998 dan dinilai tak realistis.
Krisis yang membuka borok-borok kerapuhan fundamental ekonomi ini dengan cepat merambah ke semua sektor. Anjloknya rupiah secara dramatis, menyebabkan pasar uang dan pasar modal juga rontok, bank-bank nasional dalam kesulitan besar dan peringkat internasional bank-bank besar bahkan juga surat utang pemerintah terus merosot ke level di bawah junk atau menjadi sampah.
Puluhan, bahkan ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga konglomerat, bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau nota bene bangkrut.
Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor konstruksi, manufaktur, dan perbankan, sehingga melahirkan gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20 persen lebih dari angkatan kerja.
Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi penyelamat di tengah krisis, ternyata sama terpuruknya dan tak mampu memanfaatkan momentum depresiasi rupiah, akibat beban utang, ketergantungan besar pada komponen impor, kesulitan trade financing, dan persaingan ketat di pasar global.
Sejak krisis keuangan Asia di akhir tahun 1990-an, yang memiliki andil atas jatuhnya rezim Soeharto pada bulan Mei 1998, keuangan Indonesia telah mengalami krisis yang menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran public. Tidak heran utang dan subsidi meningkat secara drastic, sementara pembangunan dikurangi secara tajam.
Berkat keputusan pemerintahan Habibie (Mei 1998 – Agustus 2001) untuk mendesentralisasikan wewenang pada pemerintahan daerah pada tahun 2001, bagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat disalurkan melalui pemerintah daerah. Hasilnya pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37 persen dari total dana public, yang mencerminkan tingkat desentralisasi fiscal yang bahkan lebih tinggi daripada rata-rata OECD.
Melihat data di atas dapat disimpulkan bahwa total PDB Indonesia terus mengalami kenaikan kecuali pada tahun 2001. Secara umum, perekonomian Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan prestasi yang cukup baik. Sebagai Negara yang mampu mencapai pertumbuhan positif selama masa krisis financial global, Indonesia semakin mendapat kepercayaan di mata dunia Internasional. Hal ini terbukti dari meningkatnya peringkat Indonesia pada Global Compatitiveness Index 2010-2011 yang dikeluarkan oleh World Economic Forum. Indonesia berhasil meraih peringkat 44, naik 10 peringkat dibandingkan pada tahun 2009.
Indonesia juga mengambil keuntungan dari krisis ekonomi yang dialami oleh negara-negara uni eropa. Krisis tersebut menyebabkan adanya perpindahan aliran dana ke emerging market seperti Indonesia. Menurut data World Bank, total dana global yang hijrah ke emerging market hingga bulan oktober mencapai US$ 403 Miliar. Wajar apabila, ada sebagian dari dana global tersebut (US$ 15,7 miliar pada tiga triwulan pertama) yang mampir membanjiri pasar modal Indonesia. Banjir bandang dana global ini sukses mendongkrang IHSG mencapai di atas 3700. Diperkirakan akan terus meningkat pada tahun depan. Melonjaknya IHSG ini dikhawatirkan akan menyebabkan kerentanan apabila terjadi capital flight dari dana-dana asing tersebut. Kekhwatiran ini coba di atasi oleh pemerintah dengan terus mengkokohkan cadangan devisa. Hingga akhir November, cadangan devisa Indonesia sukses menembus angka US$ 92,759 Miliar atau sebesar 6,96 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah (BI, 2010). Dengan besarnya cadangan devisa yang dipunya oleh Indonesia, nampaknya perekonomian Indonesia masih akan stabil hingga tahun depan.
Bank Dunia memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2011 ditargetkan bisa melampaui 6,4 persen bahkan bisa mencapai angka 7 persen apabila pemerintah Indonesia melakukan reformasi secara menyeluruh pada berbagai bidang termasuk pembenahan infrastruktur.
Direktur Prospek Pembangunan Bank Dunia, Hans Timmer dalam telekonferensi mengatakan, menurut proyeksi ekonomi global Bank Dunia, saat ini derasnya arus modal asing yang masuk dan harga komoditas yang meningkat di Indonesia bisa menguntungkan dan memperkuat pemulihan bagi pertumbuhan Indonesia. Hans menambahkan, meski ekonomi global saat ini masih labil, peningkatan dari arus modal internasional bisa memperkuat pemulihan di kebanyakan negara berkembang.
Kesimpulan
Dilihat dari total PDB Indonesia dari tahun ke tahun, dapat dilihat bahwa perekonomian Indonesia semakin bertumbuh kearah yang lebih baik. Namun agar tercapainya target dan untuk menjadi pasar yang potensial, pemerintah harus fokus dalam pembenahan infrastruktur agar tidak menghambat transaksi-transaksi.
Selain masalah infrastruktur, masalah terpenting lainnya adalah masih banyaknya penganguran di Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu memberikan fasilitas baik fiskal, perkreditan, maupun partnership untuk menciptakan usaha yang bersifat padat karya dalam rangka menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada. Bila dilaksanakan dengan baik dan benar, maka para pengusaha baru yang tadinya adalah penganguran juga akan membantu bertumbuhnya ekonomi di negeri ini.
Korupsi juga merupakan hal yang menghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun saat ini masih banyak penyalahan wewenang yang dilakukan pemerintah untuk melakukan hal tersebut. Jika pemerintah serius dalam upaya mengatasi segala masalah tersebut, maka dapat dipastikan bahwa beberapa tahun kedepan Indonesia akan menjadi salah satu penguasa ekonomi di dunia.
Daftar pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar